KHM 80 - Von dem Tode des Hühnchens (Kematian Si Ayam Betina Kecil)

 

Kematian Si Ayam Betina Kecil

Pada suatu masa, si ayam betina kecil pergi bersama si ayam jantan kecil menuju Bukit Kacang,
dan mereka pun sepakat, siapa pun di antara mereka yang menemukan sebutir biji kacang,
akan membaginya dengan yang lain.

Tak lama, si ayam betina menemukan sebutir kacang yang besar sekali—teramat besar—namun ia tidak berkata sepatah pun, sebab ia berniat memakan isinya seorang diri. Akan tetapi, biji itu begitu besar hingga ia tak sanggup menelannya, dan biji itu tersangkut di kerongkongannya. Hatinya pun diliputi ketakutan kalau-kalau ia akan mati tercekik.

Maka ia pun berseru, "Ayam jantan, kumohon, larilah sekencang yang kau bisa, dan bawakan aku air, atau aku akan mati tercekik."

Si ayam jantan kecil pun berlari sekuat-kuatnya menuju sebuah mata air, dan berkata,
"Wahai mata air, berilah aku sedikit air;
si ayam betina kecil terbaring di Bukit Kacang,
dan ia telah menelan sebutir kacang yang besar,
dan kini ia tercekik karenanya."

Sang sumur menjawab,
"Pergilah terlebih dahulu pada sang pengantin,
dan mintalah ia memberimu sehelai sutra merah."

Maka si ayam jantan kecil berlari kepada sang pengantin, dan berkata,
"Wahai pengantin, berilah aku sehelai sutra merah;
aku hendak memberikannya kepada sang sumur,
agar sumur itu mau memberiku air,
dan air itu akan kubawa kepada si ayam betina kecil
yang kini terbaring di Bukit Kacang,
karena ia telah menelan sebutir kacang besar
dan sedang tercekik karenanya."

Sang pengantin menjawab,
"Pergilah dahulu dan bawakan aku karangan bungaku yang kecil,
yang tergantung di pohon dedalu."

Maka si ayam jantan kecil berlari menuju pohon dedalu, menarik karangan bunga itu dari dahannya dan membawanya kepada sang pengantin. Sang pengantin pun memberinya sutra merah.

Maka si ayam jantan kecil membawa sutra merah itu kepada sang sumur dan sang sumur pun memberinya air. Segera ia berlari kembali kepada si ayam betina kecil, namun ketika ia tiba ternyata si ayam betina telah tercekik dan mati, terbaring diam tak bergerak.

Kesedihan pun menyelimuti hati si ayam jantan kecil. Ia menangis nyaring, dan semua binatang datang untuk meratapi kematian si ayam betina. Enam ekor tikus membuat sebuah kereta mungil untuk mengantarnya ke liang kubur. Saat kereta itu selesai dibuat, mereka pun memasang diri menjadi penariknya dan si ayam jantan menjadi kusirnya.

Di tengah perjalanan, mereka berjumpa dengan si rubah.
"Ke mana kau hendak pergi, ayam jantan kecil?" tanya si rubah.
"Aku hendak menguburkan si ayam betina kecilku."

"Bolehkah aku ikut?" tanya si rubah lagi.

"Boleh, tetapi duduklah di belakang kereta,
sebab di bagian depan, kuda-kudaku yang kecil
takkan sanggup menarikmu."

Maka si rubah duduklah di belakang kereta. Tak lama kemudian datang pula si serigala, si beruang, si rusa, si singa, dan semua binatang hutan mereka pun duduk di belakang bersama si rubah.

Arak-arakan itu terus berjalan, hingga mereka tiba di tepi sungai. "Bagaimana kita dapat menyeberang?" tanya si ayam jantan kecil.

Tepat saat itu, sebatang jerami tergeletak di tepi air dan berkata, "Aku akan merebahkan diriku melintang dan kalian dapat melintasiku."

Namun ketika keenam tikus itu sampai di tengah jembatan jerami, jerami itu tergelincir dan terjatuh ke dalam air dan keenam tikus pun tercebur bersama-sama lalu tenggelam.

Sekali lagi mereka berada dalam kesulitan, datanglah sepotong arang, berkata, "Aku cukup besar, aku akan merebahkan diriku melintang, dan kalian dapat melintasiku."

Maka arang itu pun merebahkan dirinya di atas air tetapi naas, ujungnya menyentuh permukaan sungai, arang itu mendesis, padam, dan mati.

Melihat itu, sebuah batu merasa iba kepada si ayam jantan kecil dan hendak menolongnya. Batu itu pun merebahkan diri melintasi air. Si ayam jantan lalu menarik kereta itu sendiri dan berhasil membawa si ayam betina yang telah mati hingga ke seberang. Namun ketika ia hendak menarik para penumpang lain yang duduk di belakang, jumlah mereka terlalu banyak. Kereta itu tergelincir kembali dan semua yang duduk di dalamnya terjatuh ke sungai bersama-sama, lalu tenggelam.

Kini si ayam jantan kecil hanya tinggal sendirian bersama si ayam betina yang telah mati. Ia menggali sebuah liang untuknya, membaringkannya di sana, dan membuat sebuah gundukan di atasnya. Lalu ia duduk di atas gundukan itu, meratap hingga ajal menjemputnya.

Maka pada akhirnya tidak ada satu pun yang tersisa.

Semuanya telah mati.

Komentar