KHM 183 - Der Riese und der Schneider (Raksasa dan Penjahit)

 

Raksasa dan Penjahit

Ada seorang penjahit yang pandai berlagak namun buruk dalam bekerja. Terlintaslah di benaknya untuk pergi merantau sejenak, dan melihat-lihat dunia. Begitu ia berhasil mengatur segalanya, ia meninggalkan bengkelnya, dan mengembara ke sana kemari, melintasi bukit dan lembah, kadang ke arah ini, kadang ke arah itu, namun selalu terus maju.

Suatu ketika, saat ia sedang berjalan, ia melihat di kejauhan, membiru di balik pandangan, sebuah bukit curam, dan di belakangnya menjulang sebuah menara yang tampak mencapai awan, berdiri di tengah hutan liar yang gelap. “Guntur dan kilat!” seru si penjahit, “apa itu?” Dan karena rasa ingin tahunya berkobar, ia melangkah berani menuju ke sana.

Namun betapa ternganganya si penjahit ketika mendekat, melihat bahwa menara itu memiliki kaki, lalu melompati bukit curam dalam sekali hentakan, dan kini berdiri di hadapannya sebagai seorang raksasa perkasa.

“Apa yang kau cari di sini, kaki lalat kecil?” bentak sang raksasa, dengan suara yang menggelegar ke segala penjuru. Si penjahit merintih, “Aku hanya ingin melihat-lihat dan mencari tahu apakah aku bisa mendapatkan sesuap roti untuk diriku di hutan ini.”

“Jika itu yang kau inginkan,” kata sang raksasa, “kau boleh bekerja padaku.”

“Kalau memang begitu, mengapa tidak? Berapa upah yang akan kuterima?”

“Kau akan mendengar upahmu. Setahun ada tiga ratus enam puluh lima hari, dan saat tahun kabisat, satu hari lagi sebagai tambahan. Apakah itu cocok bagimu?”

“Baiklah,” jawab si penjahit, sambil berpikir dalam hatinya, orang harus memotong baju sesuai kainnya; aku akan mencari kesempatan untuk segera kabur.

Lalu raksasa berkata padanya, “Pergilah, bocah compang-camping, ambilkan aku kendi berisi air.”

“Bukankah lebih baik aku membawa sekaligus sumurnya, dan mata airnya juga?” tanya si pembual itu, lalu pergi membawa kendi ke sumber air.

“Apa! Sumur dan mata air juga?” gerutu sang raksasa di balik janggutnya, sebab ia agak dungu dan bodoh, dan mulai merasa takut. “Bocah ini bukan orang bodoh; ia punya sihir di dalam tubuhnya. Berhati-hatilah, Hans tua, dia bukan pelayan yang tepat untukmu.”

Ketika si penjahit membawa air itu, sang raksasa menyuruhnya masuk hutan dan menebang dua balok kayu untuk dibawa kembali.

“Mengapa tidak sekalian seluruh hutan, dalam satu tebasan? Seluruh hutan, tua dan muda, beserta segala yang ada di dalamnya, baik kasar maupun halus?” kata si penjahit kecil, lalu pergi untuk menebang kayu.

“Apa! Seluruh hutan, tua dan muda, dengan segala yang ada di dalamnya, baik kasar maupun halus, serta sumur dan mata air juga,” gerutu si raksasa yang mudah percaya, dan ia semakin gentar. “Bocah ini bisa melakukan lebih dari sekadar memanggang apel; ia punya sihir dalam tubuhnya. Berhati-hatilah, Hans tua, dia bukan pelayan yang tepat untukmu!”

Ketika si penjahit membawa kayu itu, sang raksasa memerintahkannya untuk menembak dua atau tiga ekor babi hutan untuk makan malam.

“Mengapa tidak sekalian seribu ekor dalam sekali tembak, dan kubawa semuanya kemari?” tanya si penjahit yang suka pamer.

“Apa!” seru sang raksasa yang penakut itu, diliputi rasa ngeri, “Sudahlah untuk malam ini, berbaringlah dan beristirahatlah.”

Sang raksasa begitu ketakutan hingga ia tak dapat memejamkan mata semalam suntuk, hanya memikirkan cara terbaik untuk menyingkirkan pelayan sialan yang disangkanya penyihir ini.

Waktu membawa akal.

Keesokan paginya, raksasa dan si penjahit pergi ke sebuah rawa, di sekelilingnya tumbuh deretan pohon dedalu. Maka berkatalah sang raksasa, “Dengarlah, penjahit, duduklah kau di salah satu dahan dedalu itu; aku ingin sekali melihat apakah kau cukup besar untuk membengkokkannya.”

Sekejap saja si penjahit sudah duduk di atasnya, menahan napas dan membuat dirinya seberat mungkin, hingga cabang itu pun melengkung ke bawah. Namun, ketika ia terpaksa menarik napas kembali, cabang itu melentingkannya, sebab sayangnya ia tidak menyimpan setrika angsanya di saku, begitu tinggi ke udara hingga ia tak pernah terlihat lagi, dan hal ini menjadi kegembiraan besar bagi sang raksasa.

Jika si penjahit belum jatuh kembali, mungkin ia masih melayang-layang di udara hingga kini.

Komentar