KHM 50 - Dornröschen (Putri Mawar Berduri)

 


Dahulu kala hiduplah seorang Raja dan seorang Ratu yang setiap hari berkata, “Ah, andai saja kita memiliki seorang anak!” namun mereka tak pernah dikaruniai seorang pun.

Akan tetapi, terjadi suatu ketika sang Ratu sedang mandi, seekor katak merayap keluar dari air menuju daratan, dan berkata kepadanya,
“Keinginanmu akan terkabul; sebelum setahun berlalu, engkau akan memiliki seorang putri.”

Apa yang dikatakan katak itu menjadi kenyataan, dan sang Ratu melahirkan seorang anak perempuan yang begitu cantik hingga sang Raja tak dapat membendung kegembiraannya. Ia pun memerintahkan diadakannya sebuah pesta besar.

Ia mengundang bukan hanya sanak saudara, sahabat, dan kenalannya, tetapi juga para Perempuan Bijak, agar mereka sudi bersikap baik dan ramah terhadap si kecil.

Di kerajaannya terdapat tiga belas Perempuan Bijak, namun karena ia hanya memiliki dua belas piring emas untuk dijadikan tempat makan, maka satu dari mereka harus ditinggalkan di rumah.

Pesta itu digelar dengan segala kemegahan, dan setelah selesai, para Perempuan Bijak mulai menganugerahkan karunia mereka kepada sang bayi: yang satu memberikan kebajikan, yang lain kecantikan, yang ketiga kekayaan, dan seterusnya—segala hal baik di dunia yang dapat diharapkan seseorang.

Ketika sebelas dari mereka telah menyampaikan janji-janji mereka, tiba-tiba Perempuan Bijak yang ketiga belas datang. Ia ingin membalas dendam karena tidak diundang, dan tanpa menyapa atau menoleh kepada siapa pun, ia berseru lantang,
“Putri Raja, pada ulang tahunnya yang kelima belas, akan menusuk jarinya dengan alat pemintal, dan jatuh mati.”

Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik dan meninggalkan ruangan.

Semua orang tercengang; namun Perempuan Bijak yang kedua belas, yang belum sempat menyampaikan harapannya, maju ke depan. Karena ia tidak bisa membatalkan kutukan jahat itu, hanya meringankannya, ia pun berkata,
“Bukan kematian, melainkan tidur yang sangat dalam selama seratus tahun, itulah yang akan dialami sang putri.”

Sang Raja, yang ingin melindungi anak kesayangannya dari malapetaka itu, segera memerintahkan agar semua alat pemintal di seluruh kerajaan dibakar.

Sementara itu, karunia dari para Perempuan Bijak terlaksana dengan berlimpah pada diri sang putri, sebab ia tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, rendah hati, berhati baik, dan bijaksana, hingga siapa pun yang melihatnya pasti akan jatuh cinta padanya.

Pada hari ulang tahunnya yang kelima belas, kebetulan Raja dan Ratu sedang tidak berada di istana, dan sang putri pun ditinggalkan sendirian. Maka ia berkeliling menjelajahi berbagai tempat, membuka pintu kamar dan ruang-ruang sesuka hatinya, hingga akhirnya ia sampai ke sebuah menara tua.

Ia menaiki tangga sempit yang melingkar ke atas, dan tiba di depan sebuah pintu kecil. Di lubang kuncinya terpasang anak kunci yang berkarat, dan ketika ia memutarnya, pintu itu pun terbuka seketika.

Di dalam ruangan kecil itu, duduklah seorang wanita tua dengan alat pemintal, sedang sibuk memintal benang rami.

“Selamat siang, Nenek,” sapa sang putri. “Apa yang sedang nenek lakukan di sini?”

“Aku sedang memintal,” jawab si wanita tua, sambil menganggukkan kepala.

“Alat apa itu, yang berputar begitu riang?” tanya sang gadis, dan ia pun mengambil alat pemintal itu dan ingin mencoba memintal sendiri.

Namun baru saja ia menyentuh alat itu, kutukan pun menjadi nyata, dan jarinya tertusuk.

Pada saat yang sama ketika ia merasakan tusukan itu, ia jatuh ke tempat tidur yang ada di ruangan itu, dan langsung tertidur dalam lelap yang sangat dalam.

Dan tidur itu menjalar ke seluruh istana: Raja dan Ratu, yang baru saja pulang dan tengah melangkah masuk ke aula besar, mulai tertidur, begitu pula seluruh istana.

Kuda-kuda tertidur di kandang, anjing-anjing di halaman, merpati di atap, lalat-lalat di dinding; bahkan api yang menyala di perapian pun diam dan ikut tertidur, daging panggang berhenti mengeluarkan suara desis, dan sang juru masak, yang sedang hendak menarik rambut bocah dapur karena telah lupa sesuatu, melepaskannya dan tertidur pula.

Angin pun mereda, dan daun-daun di pepohonan di depan kastel tak lagi bergerak sedikit pun.

Namun di sekeliling kastel itu mulai tumbuhlah pagar duri, yang setiap tahun semakin tinggi, dan akhirnya merambat menutupi seluruh bangunan, sehingga tak ada lagi yang dapat terlihat darinya, bahkan bendera di atas atap pun lenyap dari pandangan.

Tetapi cerita tentang “Putri Mawar Berduri” si gadis cantik yang sedang tertidur sebab, demikianlah nama yang diberikan kepada sang putri menyebar ke seluruh negeri, hingga dari waktu ke waktu putra-putra raja datang dan berusaha menerobos pagar duri itu untuk masuk ke dalam kastel.

Namun mereka tak dapat berhasil, sebab duri-duri itu mencengkeram kuat satu sama lain, seakan-akan memiliki tangan, dan para pemuda itu terjerat di dalamnya, tak mampu membebaskan diri, dan akhirnya mati dengan cara yang menyedihkan.

Setelah waktu yang sangat lama berlalu, seorang putra raja kembali datang ke negeri itu, dan mendengar seorang lelaki tua sedang bercerita tentang pagar duri yang amat lebat, dan bahwa di baliknya berdiri sebuah kastel, di mana seorang putri yang amat memesona bernama Putri Mawar Berduri tertidur selama seratus tahun, bersama Raja, Ratu, dan seluruh istana.

Ia juga mendengar dari kakeknya, bahwa banyak putra raja telah datang sebelumnya dan mencoba menerobos pagar berduri itu, namun mereka tetap terjebak di dalamnya dan menemui ajal yang malang.

Namun pemuda itu berkata,
“Aku tidak takut. Aku akan pergi dan melihat sang Putri Mawar Berduri yang cantik.”

Orang tua itu berusaha mencegahnya sekuat tenaga, namun si pemuda tak mengindahkan kata-katanya.

Namun waktu itu, seratus tahun telah tepat berlalu, dan hari yang telah ditentukan bagi Putri Mawar Berduri untuk terbangun telah tiba.

Ketika sang putra raja mendekati pagar duri itu, ia tak lagi menemukan duri, melainkan bunga-bunga besar nan indah yang terbuka dengan sendirinya untuk memberinya jalan, dan menutup kembali di belakangnya, rapat seperti pagar.

Di halaman istana, ia melihat kuda-kuda dan anjing-anjing berbintik tidur tergeletak; di atap, merpati duduk dengan kepala diselipkan di bawah sayap.

Dan ketika ia masuk ke dalam rumah, lalat-lalat terlihat tertidur di dinding, sang juru masak di dapur masih menggantungkan tangannya di udara hendak menangkap anak dapur, dan seorang pembantu duduk di samping ayam hitam yang hendak ia cabuti bulunya.

Ia melangkah lebih jauh, dan di aula besar ia melihat seluruh istana terbaring dalam tidur, dan di dekat takhta berbaringlah sang Raja dan sang Ratu.

Ia terus berjalan, dan di seluruh penjuru semuanya begitu sunyi, hingga hembusan napas pun terdengar jelas. Akhirnya ia tiba di menara dan membuka pintu ke dalam ruangan kecil tempat Putri Mawar Berduri tidur.

Di sanalah ia berbaring, begitu cantik hingga matanya tak sanggup berpaling. Ia menundukkan diri dan menciumnya.

Dan begitu bibirnya menyentuh sang putri, Putri Mawar Berduri membuka matanya dan terbangun, lalu memandangnya dengan manis.

Kemudian mereka berjalan turun bersama, dan sang Raja terbangun, demikian pula sang Ratu, dan seluruh istana; mereka saling berpandangan dalam keheranan yang besar.

Kuda-kuda di halaman berdiri dan menggeliat; anjing-anjing melompat dan mengibaskan ekornya; merpati di atap mencabut kepala mereka dari bawah sayap, melihat sekeliling, lalu terbang ke alam bebas; lalat-lalat kembali merayap di dinding; api di dapur menyala dan berderak kembali, dan daging mulai berdesis serta berputar di atas panggangan; sang juru masak menampar anak dapur itu begitu keras hingga ia menjerit, dan pelayan perempuan mulai mencabuti bulu unggas untuk ditusukkan ke pemanggang.

Dan setelah itu, pernikahan sang putra raja dengan Putri Mawar Berduri pun dirayakan dengan segala kemegahan, dan mereka hidup bahagia hingga akhir hayat mereka.


Komentar